Sepulang
dari pertemuan dengan XI Jinping. Kontrak Kerjasama Kereta Cepat
Indonesia-China (KCIC) Jakarta-Bandung langsung disetujui. Ketika itu
terbetik berita Menhub Jonan “merasa tidak nyaman”. Sebagai seorang
profesional perkeretaapian, Jonan bisa jadi “tahu” bisnis plan “suram”
KCIC akan menjadi beban di kemudian hari.
Terbukti memang
kemudian menjadi beban APBN biayanya membengkak berlipat. Menurut ekonom
Faisal Basri, kembali modal bisa puluhan tahun bahkan ratusan.
Sebelumnya
Jokowi tegas menyatakan kerjasama Kereta Cepat Jakarta-Bandung “Bisnis
to Bisnis”, tidak akan membebani. Secara sepihak Jokowi memutuskan
mengambil dari APBN. DPR tinggal manut.
Sementara di negara tirai bambu, RRC. Ada rencana ambisius Presiden Xi Jinping untuk menciptakan ibukota kedua China di Xiong'an dari Beijing. Serangkaian langkah dilakukan menunjukkan keseriusan Xi Jinping terhadap proyek ibukota baru Xiong'an.
Pertama kali ia usulkan pada 2014,
disetujui Politbiro semacam DPR, cuma partainya tunggal PKC (Partai
Komunis China) pada 2015 lalu, dan diresmikan 2017.
Beberapa
analis menyatakan bahwa keputusan Presiden Xi Jinping untuk menciptakan
ibukota kedua ini mencerminkan ambisinya untuk meninggalkan jejak
sejarah di negaranya, seperti kaisar-kaisar lama Tiongkok, karena mereka
menyoroti gaya kepemimpinan megalomania Xi yang mendalam.
Rupanya
ambisi “Saudara Tua” atau “Kakak Tua” demikian Jokowi menyapa Presiden
Xi Jinping, pada helat G 20 di Bali, “disimak” betul oleh “sang adik”
untuk legasi sejarah yang akan ditinggalkan.
Berpacu dengan waktu perencanaan segera “dipaksakan” untuk berdirinya Ibukota Baru. Toh UU-nya gampang. DPR akan mengaminkan.
Ingat
koalisi partai gendut sudah dibagi kue kedudukan mentereng, sebagian
tersandera oleh ulah mereka. Lahirlah UU IKN serba cepat. Jangan tanya
kelayakan. Ahli-ahli geologi maupun pertahanan "sengaja" tidak diikutkan
dalam dengar pendapat.
Bedanya kalau China membangun Kereta
Cepat setelah kekuatan ekonomi mereka melesat dengan pertumbuhan dua
digit, hampir menyamai kekuatan ekonomi USA. Indonesia justru membangun
kereta cepat dan IKN dalam ekonomi sedang terpuruk dan terperangkap
utang besar.
Begitu juga ibukota baru China dibiayai dengan
kekuatan sendiri. Tidak harus mengemis. Tidak juga menggadaikan
kedaulatan dengan mengundang penduduk asing. Xi Jinping memilih Xiong'an
yang hanya berjarak 62 mil dari ibukota Beijing.
Sementara tanpa kajian Jokowi memilih nun jauh di seberang lautan dari ibukota Jakarta. Asal pembiayaannya juga tidak jelas.
Mengenai
pilihan lokasi IKN yang jauh dari DKI Jakarta. Perlu dicatat sebagai
fakta hampir semua negara di dunia yang memindahkan ibukota jauh dari
ibukota lama semua gagal. Kota yang dibangun menjadi kota hantu.
Bedanya
lagi. Hanya dengan kemampuan ekonomi Indonesia sangat rendah, tidak
“meroket” bahkan “anjlok”. Jokowi harus mengikuti saudara tuanya. Malah
secara “pontang-panting” Jokowi melakukan obral kepada investor asing.
Termasuk kepada China.
Bahkan meminta agar penduduk Singapura
untuk memiliki rumah di IKN. Semata untuk mengejar terciptanya ambisi
sang adik yang “mengekor” saudara tua. Jika perlu “menyerahkan”
kedaulatan.
Dalam kunjungannya baru-baru “sang adik” menemui
saudara tua di China. Meminta China menyusun detail desain IKN
Nusantara. Alasannya negeri tirai bambu itu mempunyai pengalaman
mendesain kecanggihan Kota Shenzhen.
Menurut Dr. Rizal Ramli, permintaan Jokowi kepada China menjadi bukti nyata bahwa wilayah IKN sudah diserahkan kepada China.
Pertanyaannya
apakah semua ini ujug-ujug. Sepertinya tidak. Teringat cerita seorang
tokoh Jawa Barat. Di tahun awal pemerintahan tahun 2014. Sekembali dari
kunjungannya ke China, Jokowi langsung ke Bandung. Melantik wisuda
sarjana IPDN di Bandung. Dalam kesempatan itu, mengumpulkan beberapa
tokoh Jawa Barat. Jokowi waktu itu ditemani oleh Puan Maharani selaku
Menko.
Jokowi menyampaikan akan kerjasama dengan China dan akan
membawa tenaga kerja dari China. Jokowi sangat “terpesona” dengan
saudara tuanya Xi Jinping. Terbukti setelah itu membanjir TKA China.
Semua keharusan UU Tenaga Kerja dilewati begitu saja. Keharusan
berbahasa Indonesia dan level tertentu sengaja diabaikan.
Sebenarnya
sentimen dan resistensi rakyat Indonesia terhadap RRC sebagai negara
Komunis sangat tinggi. Karena sejarah hitam adanya pemberontakan PKI
tahun 1965 dengan mempersenjatai angkatan ke enam dengan senjata yang
berasal dari China.
Untuk mengatasi resistensi masyarakat
termasuk TNI. Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan (LBP) yang mengikuti
“sang adik” menemui “saudara tua”. Merasa perlu memberi “alasan” bahwa
permintaan ke China tentang IKN merupakan tindak lanjut bisikan Uni
Emirat Arab (UEA). Apakah bisa dipercaya? Apa kepentingan UEA terhadap
IKN? Setidaknya ada Arab yang berbisik. Agar rakyat jadi adem?
Menurut
LBP lagi dalam 6 bulan proses desain detail perencanaan IKN ini
selesai. Mestinya jika copy paste sebenarnya tidak perlu terlalu lama.
Iya toh.
Apa yang disampaikan Rizal Ramli mantan Menko Marves
sebelum LBP, bahwa permintaan Jokowi kepada China. Nyata bahwa wilayah
IKN sudah diserahkan kepada China.
Ini jelas termasuk menyerahkan kedaulatan kepada Negara lain. Artinya Presiden Jokowi diduga telah berkhianat. Cukup alasan untuk memakzulkan. Ini bukan karena saudara tua.
SYAFRIL SJOFYAN, Pemerhati kebijakan publik, Aktivis Pergerakan 77-78
0 Komentar