DangdutinAja.com | Jakarta — Di tengah ramainya kabar nasional tentang wafatnya istri Jenderal TNI (Purn) Wiranto pada Minggu, 16 November 2025, publik mungkin tak menyangka bahwa almarhumah memiliki peran penting jauh melampaui statusnya sebagai istri tokoh bangsa.
Namanya Rugaiya Usman, atau yang lebih dikenal sebagai Hj. Uga Wiranto, SH., M.Sc. — seorang figur lembut yang ternyata adalah pendiri Yayasan Kebaktian Proklamasi, sebuah yayasan pendidikan besar yang membina empat lembaga sekaligus:
- SMA Terpadu Wira Bhakti
- STIE Wira Bhakti
- STISPOL Wira Bhakti
- Universitas Wira Bhakti
Jarang muncul di publik, namun karya pendidikannya telah mengubah hidup ribuan anak bangsa.
Berita Duka yang Menggema Hingga Markas TNI
Hj. Uga wafat pada pukul 15.55 WIB di Bandung. Ucapan duka mengalir dari jajaran TNI, tokoh nasional, hingga masyarakat luas.
Jenazah beliau disemayamkan di rumah dinas pejabat tinggi TNI, Bambu Apus, sebelum diterbangkan ke Solo untuk dimakamkan di Delingan, Karanganyar.
Di balik barisan prajurit yang memberi penghormatan terakhir, sebagian orang mungkin baru tahu bahwa perempuan yang kini terbujur itu adalah pendiri lembaga pendidikan yang selama puluhan tahun menjadi wadah lahirnya generasi baru.
Perempuan yang Memilih Sunyi
Nama besar suaminya sering menghiasi pemberitaan. Namun Hj. Uga, bagi keluarga dan sahabat dekat, justru dikenal sebagai perempuan yang memilih tenang, menjauhi hiruk-pikuk panggung nasional.
Ia bekerja dalam diam — membina yayasan, mengelola sekolah, memastikan kualitas pendidikan, hingga memberi arah bagi masa depan Wira Bhakti.
Tanpa pencitraan.
Tanpa ingin dikenal.
Tanpa ingin difoto.
Justru dalam kesunyian itulah ia membangun sesuatu yang lebih kekal daripada sorotan kamera.
Pendidikan sebagai Jalan Hidup
Dengan latar pendidikan Sarjana Hukum dan Master of Science, ia memahami bahwa pendidikan adalah pondasi kemajuan.
Dari tangan dinginnya lahirlah sekolah dan kampus yang kini menjadi kebanggaan banyak keluarga.
Ia memastikan bahwa visi pendidikan berjalan bukan hanya sebagai struktur formal, tapi sebagai ruang pembentukan akhlak dan masa depan.
Bagi Hj. Uga, pendidikan adalah pintu yang harus dibuka, bukan tembok yang menghalangi.
Pendamping Sejati Sang Jenderal
Hj. Uga menikah dengan Wiranto pada 1975, ketika sang suami masih berada di awal karier perwira mudanya.
Sejak itu, ia mendampingi perjalanan panjang suaminya — dari medan tugas, tantangan politik, hingga jabatan negara.
Ia adalah sosok yang menjaga keseimbangan keluarga ketika badai politik datang.
Ia menggenggam tangan suaminya saat masa-masa sulit, dan menghadirkan ketenangan saat dunia luar bising oleh kontroversi.
Peran yang jarang terlihat, tetapi sangat menentukan.
Ujian Besar: Kepergian Sang Putra
Duka mendalam menimpa keluarga ketika putra mereka, Zainal Nur Rizky, meninggal saat menempuh pendidikan di Afrika Selatan.
Namun Hj. Uga berjalan dengan ketegaran yang sama: pelan, tenang, dan tulus.
Dalam kesedihannya, ia tetap menjadi pilar keluarga.
Aktif dalam Sosial, Rendah Hati dalam Sikap
Dalam sejumlah kesempatan, Hj. Uga terlibat dalam kegiatan kemanusiaan seperti di lingkungan Palang Merah Indonesia Jakarta.
Namun seperti biasa, ia bergerak tanpa menuntut sorotan.
Sosoknya dikenal:
- ramah namun tegas,
- religius namun tidak kaku,
- luas wawasan namun tetap merunduk rendah hati.
Rumahnya hangat, tetapi cerita hidupnya hanya untuk mereka yang benar-benar dekat.
Warisan Abadi Itu Bernama Wira Bhakti
Kini, saat masyarakat mengantar kepergiannya, ada warisan yang akan terus hidup: kampus dan sekolah Wira Bhakti.
Di setiap gedung yang berdiri, di setiap mahasiswa yang menamatkan pendidikan, di setiap buku yang dibuka para siswa — ada jejak seorang perempuan yang bekerja dalam diam.
Warisan yang tidak lekang oleh waktu, tidak hilang oleh usia.
Kepergian yang Tenang, Seperti Cara Beliau Hidup
Hj. Uga berpulang dengan cara yang sama seperti ia menjalani hidup: tenang dan sederhana, namun penuh makna.
Tidak ada panggung megah.
Tidak ada pidato panjang.
Hanya doa keluarga, barisan prajurit yang memberi hormat, dan ucapan belasungkawa dari mereka yang pernah disentuh karyanya.
Kepergiannya mengingatkan kita:bahwa pengabdian paling besar sering datang dari mereka yang bekerja dalam sunyi.Seperti pendidikan — sepi tapi mengubah hidup ribuan orang.Seperti cinta — tidak terdengar namun menopang sebuah rumah tangga hingga akhir hayat.
0 Komentar